Selasa, 03 April 2012

Permata Dalam Lumpur, Merangkul Anak-anak Pelacur Dolly

Sebuah gebrakan baru diusung oleh Satria Nova (Mahasiswa Teknik Perkapalan ITS 2008) dan Nur Huda (Mahasiswa Teknik Mesin ITS) melalui sebuah karya mengungkap salah satu lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara. Apa yang terlintas dalam benak anda jika sebuah kata “Dolly” melewati saluran pendengaran anda? Ekspresi yang terungkap dipastikan adalah sebuah stigma serba negatif.

Dengan lihai penulis merangkai sebuah catatan perjalanannya melalui padu padan kata renyah seakan membawa kita ke dalam emosi nyata. Begitulah Satrianova dan Nur Huda saling berkolaborasi dalam menguak sebuah ironi nyata yang menyayat hati. Bagaimana tidak, Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia pun menyandang gelar (untuk kawasan Dolly) sebagai kawasan Prostitusi terbesar se-Asia Tenggara. Dua verba yang saling bertentangan, namun realitanya dua hal itu berjalan saling berdampingan.

Bahkan tak hanya Dolly, pada bagian awal buku ini penulis juga menguak beberapa lokalisasi serupa yang tak kalah hebohnya diantaranya kawasan Makam Kembang Kuning (lokalisasi waria),Putat Jaya, Jembatan Kali Mas, Taman Pelangi, Jalan Wali kota Mustajab. Begitulah “dunia hitam”-nya kota Surabaya, sebuah realita kota metropolis yang tak bisa di elakkan. Entah siapa yang harus bertanggung jawab dengan semua ironi ini.

Jarang sekali ada penulis yang berani mengungkapkan realita “bisnis esek-esek” ini. Uang adalah motif utama mengapa sampai sekarang Dolly masih kokoh berdiri. Bagaimana tidak, pada bagian selanjutnya dijelaskan bagaimana perputaran uang dengan keuntungan yang menggiurkan telah menghipnotis mata hati mereka. Sungguh fantastis, ternyata para pejabat setempat akan kecipratan rupiah. Tak segan-segan seorang wanita dengan busana sangat minim menjajakan diri bagaikan barang dagangan yang siap pakai tentunya dengan tarif yang sesuai kepada setiap orang yang lalu lalang bahkan yang hanya sekedar melintas saja. Siaapa yang tahu, apakah mereka masih memiliki hati nurani dan harga diri sebagai seorang perempuan.

Atas pengalaman wawancara penulis dengan salah satu PSK (Pekerja Seks Komersial) bahwa sebenarnya dirinya sendiri adalah korban trafficking dengan berbagai modus para mucikari untuk mengelabuhi (iming-iming), tak lain ubahnya dengan teman-teman PSK lainnya . “ya bagaimana lagi mas, lha wong sudah kecemplung begini.. kalo mau lepas juga susah, diuber mucikari terus”. Setiap harinya seorang PSK bisa melayani hingga lebih dari 3 laki-laki hidung belang. Namun, penulis menemukan sebuah sisi lain di Dolly. Permata dalam Lumpur, begitulah denotasi untuk anak-anak kecil tak berdosa di Dolly. Mereka tak lain seperti kebanyakan anak-anak kecil pada umumnya, mereka adalah tunas-tunas muda yang penuh dengan semangat dan keceriaan, menjadi harapan kita semua. “Bagaikan mengukir batu cadas..” ungkap penulis tentang mereka.

Perjuangan para segelintir mahasiswa mahasiswi di sekitar Surabaya dan Pak Kartono (mantan mucikari yang telah lama taubat dan berjuang menumpas trafficking) berawal dari sebuah harapan kepada anak-anak tersebut. Sebuah taman baca “Kawan Kami” didirikan. Penulis dan kawan mahasiswa lainnya begitu ikhlas menjalankan meski harus mengorbankan waktu, tenaga dan fikiran di tengah kesibukan akivitas di kampus. Namun, semangat untuk mencapai sebuah harapan kepada permata-permata Dolly dapat memudarkan rasa letih yang ada. Beginilah seharusnya mahasiswa, berkotribusi menjadi agen perubahan tanpa pamrih untuk kemajuan bangsa dan negara. Walaupun Dolly tak bisa secepat kilat diberantas, namun harapan para pengajar disana melalui permata-permata inilah kesuraman yang selama ini membelenggu kawasan ini dapat perlahan tapi pasti segera memudar.

Terlihat efek positif yang ditunjukkan anaka-anak yang semula ” liar dan sulit dikendalikan ” perlahan menjadi “ jinak ” dengan menunjukkan antusiasmenya ketika dibina dan lomba-lomba. “…anak-anak kecil itu adalah pemimpin masa depan. Kaderisasi untuk calon pemimpin selanjutnya…”. namun penulis harusnya juga menguak dunia hitam lainnya seperti kawasan Kembang Kuning, Irian Barat, dan tempat hitam lainnya sehingga menyadarkan masyarakat bahwa di tengah kenyamanan yang kita nikmati, ternyata di luar sana masih banyak orang yang lebih kurang beruntung juga kurang tahu norma susila. Pemerintahpun seharusnya tak setengah-setengah.

Judul : Permata Dalam Lumpur, Merangkul Anak-anak Pelacur dari Lokalisasi Dolly

Pengarang : Satria nova dan Nur Huda

Tahun : 2011

Penerbit : PT. Elex Media Komputindo

Oleh : Nur Istikomah (Biologi ITS 2011)

1 komentar: