Minggu, 10 Juni 2012

Antara Dakwah dan Siyasah


Ayyuhal ikhwah rahimakumullah…

Banyak di antara kita mungkin bertanya, kenapa kita harus bermusyarakah siyasiah. Bukankah kita lebih baik meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt dengan sarana liqoat tarbawiah saja tanpa harus ikut berpartisipasi dalam agenda-agenda pilkada dan sebagainya. Lalu cukup menunggu kemenangan dari Allah untuk dakwah ini tanpa ada kerja nyata.
Diantara tuntutan syumuliyyatud da’wah adalah keterlibatan dan kehadiran kita dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat, terutama memasuki kancah pengambilan keputusan. Karena dengan bermusyarakah siyasiah kita mampu menyuarakan dakwah di sana dengan menimalisir keputusan-keputusan yang bertentangan dengan syariat Islam dan memperbesar peluang di berlakukannya keputusan yang lebih memudahkan dakwah Islam untuk semakin kuat dan tersebar. Karena asas utama musarakah siyasiah adalah tahshilul mashalih dan taqlilul mafasid (meraih maslahat dan mengurangi mafsadat).
Kita tentunya menginginkan pemimpin negeri ini adalah orang-orang baik dan saleh.
Sebagaimana para pemimpin di masa khulafaur rasyidin maupun pada masa dinasti Umayyah dan Abbasiah. Mereka tidak hanya pemimpin melainkan juga para ulama. Karena jika negeri ini dipimpin oleh orang-orang yang memusuhi Islam maka tentunya akan banyak merugikan umat Islam. Maka sebab itu pasca runtuhnya rezim Mubarak di Mesir, pergerakan-pergerakan Islam langsung membentuk partai dan terjun ke dunia politik seperti Ikhwanul Muslimin yang mendirikan Hizbul Hurriyah wal Adalah tak ketinggalan “Dakwah Salafiah” yang mendirikan Hizbu An Nur dan juga Hizbul Al Fadhilah.
Ikhwah fillah…
Politik bagi kita bukanlah politik yang dimaksudkan sekedar memperoleh kekuasaan dan mempertahankan kekuasaanya. Akan tetapi kita berpolitik untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran Ilahiah dan memperjuangkan kepentingan serta maslahat masyarakat. Berkuasa untuk berkhidmah kepada ummat dan memimpin untuk memperbaiki sistem yang tidak berpihak kepada nilai-nilai kebaikan dan kebenaran. Oleh karenanya seluruh aktivitas yang berkaitan dengan berpartai dan berpolitik, kita sebut dengan “Jihad Siyasi” (Perjuangan Politik). Dalam bahasa Imam Hasan Al Banna perjuangan ini dikatergorikan dalam marhalah “rukun amal” yang disebut Islahul Hukumah (Perbaikan Pemerintahan).
Namun perlu diingat bahwa pemerintahan, organisasi, dan jamaah yang selalu berusaha digapai oleh semua orang. Semua itu hanyalah sarana untuk mencapai sasaran. Bukan merupakan tujuan. Karena pemerintahan bagi seorang muslim tidak lebih dari salah satu sarana untuk merealisasikan makna ibadah yang sesungguhnya, menyebarkan dakwah dan menjaganya. Karena tujuan utama kita adalah terealisasikannya penghambaan kepada Allah serta mendapatkan ridho-Nya.
Adapun seruan dan anjuran kepada kader Partai Dakwah untuk kembali ke barak atau ke dunia dakwah saja dengan pemahaman yang sempit. Dengan alasan bahwa dunia politik adalah dunia “rawan dan beranjau”. Dunia yang sarat dengan kebohongan, ketidakjujuran, khianat, gunjing-menggunjing, halal menjadi haram adalah sebuah seruan kemunduran dalam berdakwah. Bukankah seruan ini seperti orang yang mengatakan dulu: “Islam Yes, Politik No”. Sebuah adigium yang dulu merupakan musuh bersama para Da’i yang mengajak kembali manusia kepada Islam secara kaffah.
Lalu apakah ada pertentangan antara Dakwah dan Siyasah? Jawaban pertanyaan ini akan menyelesaikan kerisauan dan kegamangan kita dalam melakukan kerja-kerja dakwah selanjutnya yang bersinggungan dengan dunia politik dan langkah meraih kemenangan Jihad Siyasi.
Imam Hasan Al Banna mengatakan dalam Majmuatur Rasail-nya pada bab Risalatu Ta’lim tentang titik temunya antara amal da’awi dan amal siyasi dalam bingkai keislaman. Jadi tidak ada sama sekali pertentangan antara dunia dakwah dan dunia politik. Coba kita renungkan pernyataan beliau dalam risalatu ta’lim.
Islam adalah nidzam (aturan) komperensif yang memuat seluruh aspek kehidupan. Ia adalah daulah dan tanah air atau pemerintahan dan ummat, ia adalah akhlak dan kekuatan atau rahmat dan keadilan. Ia adalah tsaqafah dan qonun atau keilmuan dan peradilan, ia adalah materi dan kesejahteraan. Ia adalah jihad dan dakwah atau militer dan fikrah, sebagaimana ia adalah aqidah yang benar dan ibadah yang shohih.
Maka sebab itu dakwah bisa dilakukakan oleh kader dimanapun ia berada dan apapun profesinya. Apakah ia seorang ekonom, pengusaha, pendidik, teknokrat, birokrat, petani, buruh, dan politikus. Jadi dakwah bukanlah satu yang antagonis dengan dunia politik. Akan tetapi dunia politik adalah salah satu lahan dakwah.
Karena risalah Islam ini sesungguhnya adalah “Risalah Nabawiah” yang terakhir yang sengaja diturunkan sebagai “way of life” (cara hidup) bagi seluruh manusia. Oleh karenanya ia berbicara tentang seluruh dimensi kehidupan manusia. Baik dimensi akidah, ibadah, dan maupun dimensi akhlak. Dan yang termasuk dalam tiga dimensi ini adalah masalah ekonomi, sosial, budaya, politik dan keamanan. Di sini tidak boleh ada yang melakukan dikotomi dalam ajaran Islam sehingga tidak ada lagi yang mengatakan “Dakwah Yes, Politik No”.
Semoga dengan catatan singkat ini menambah semangat kita dalam menunaikan amal-amal dakwah. Sebab dakwah itu harus berorientasi kekuasaan, karena fungsi esensial negara dalam Islam adalah sebagai hirosatud din (menjaga Agama) dan siyasatud dunya (mengelola Bumi). Wallahu’lam bis shawab

by: dakwahmudah

Rabu, 09 Mei 2012

MENGGUGAT PEMIKIRAN SESAT IRSHAD MANJI PEGIAT SIFILES ( SESAT, FEMINISME DAN LESBIAN)


Oleh: Samsul Muhammad Jamrin*
Pemikiran liberalis yang tidak terbatas lagi membuat seluruh umat manusia dimuka bumi ini kacau tanpa baratutan. Fakta kekacauan tersebut, kita bisa melihat di seluru mendia masa. Dari kasus free sex atau sex bebas yang dilakukan anak SD sampai orang tua, sampai budaya yang tidak bermoral lagi. Sehingga menjadikan kekacauan tatanan Negara saat ini.
 Feminis yang di banga-bangakan barat sebagai simbol kualitas terbaik seorang perempun, ternyata nihil belaka. Ternyata dampak dari faham feminisme menambah keruh suasana kaum wanita. Dahulu wanita pada saat islam mengusai dunia (baca: khilafa Rasyidin), sangat di muliakan dan terhormat terbukti dalam sejarah islam, kasus-kasus tentang wanita hampir tidak ada. Tetapi  bagaimana saat ini? Pemahaman feminisme yang dianggap dapat menyelesaikan masalah, malah membuat masalah baru yang tidak terkontrol lagi. Rusaknya pergaulan, dan lain-lain.
Lesbian atau Homoseksual (liwath) merupakan perbuatan asusila yang sangat terkutuk dan menunjukkan pelakunya seorang yang mengalami penyimpangan psikologis dan tidak normal. Berbicara tentang homoseksual di negara-negara maju, maka kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Di negara-negara tersebut kegiatannya sudah dilegalkan. Sehingga berefek malapeteka yaitu seperti yang terjadi pada kaum nabi Luth As.
Bedasarkan realita diatas, kita sebagai bangsa Indonesia dan warga masyarakat Yogyakarta wajib menolak hal-hal seperti diatas sebab akan mengahncurkan tatanan budaya yang sudah ditanamkan para Sultan-Sultan keraton.
Tetapi ada yang menjadi masalah saat ini, Irshad Manji seorang tokoh liberalis, feminis dan lesbianis akan datang ke Yogyakarta untuk menyebarkan ide-ide sasaatnya hari Rabu pagi tanggal 9 Mei. Di pacasarjana UGM dan UIN Sunan Kalijaga. Ini sangat berbahaya sebab pemikiran-pemirannya antara lain:
Biografi Singkat dan Pengakuan Lesbianis
Irshad Manji adalah seorang feminis kelahiran Uganda 1968 silam dari seorang ayah berkebangsaan India dan ibu berkebangsaan Mesir. Saat berusia empat tahun keluarganya berpindah ke Kanada. Ia kini berkewarganegaraan Kanada. Ia menyelesaikan pendidikannya di University of British Columbia. Pada usia 14 tahun ia pernah dikeluarkan dari madrasah gara-gara pemikiran nylenehnya. Selama 20 tahun, Manji mempelajari Islam secara otodidak. Sejumlah buku liberal telah dikarangnya, seperti The Trouble with Islam Today, dan yang terbaru Allah, Liberty and Love.
          Akhir bulan April 2008 lalu, Irshad Manji berkunjung ke Jakarta untuk meluncurkan terjemahan buku The Trouble with Islam Today. Edisi bahasa Indonesianya berjudul “Beriman Tanpa Rasa Takut”. Pada 15 Juli 2008, situs Jaringan Islam Liberal (JIL) mempublikasikan hasil wawancara dengan Manji. Wawancara itu diberi judul, "Irshad Manji: Saya Seorang Pluralis, Bukan Relativis.”
      Melalui wawancara tersebut, dapat diketahui bagaimana pemikiran Manji tentang Islam. Bahkan soal penyimpangan orientasi seksual dirinya pun ia beberkan. Manji terang-tarangan mengaku sebagai seorang lesbian.  "Sebagaimana anda ketahui, saya adalah seorang lesbian dan saya tidak meminta persetujuan kaum Muslim atas orientasi seksual saya. Saya hanya meminta persetujuan dari dua entitas saja: Sang Pencipta dan nurani saya," jawab Manji saat ditanya pendapat dia tentang LGBT (lesbian, gay, bisexual dan transgender/transexual).
Meneghina  Nabi  Muhammad Saw.,  Luth As, dan  Lecehkan Al-Quran
Dalam bukunya (edisi Indonesia), Beriman Tanpa Rasa Takut: Tantangan Umat Islam Saat Ini,” Dalam buku ini, bisa ditemukan nada-nada penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW dan keraguan terhadap al-Quran:
Irshad Manji, menyandarkan keraguannya terhadap al-Quran pada pendapat Christoph Luxenberg (seorang pendeta Kristen asal Lebanon yang menyembunyikan nama aslinya). Kata Manji: ”Jika al-Quran dipengaruhi budaya Yahudi-Kristen – yang sejalan dengan klaim bahwa al-Quran meneruskan wahyu-wahyu sebelumnya – maka bahasa Aramaik mungkin telah diterjemahkan oleh manusia ke dalam bahasa Arab. Atau, salah diterjemahkan dalam kasus hur, dan tak ada yang tahu berapa banyak lagi kata yang diterjemahkan secara kurang tepat. Bagaimana jika semua ayat salah dipahami?” (hal. 96).
Sedangkan penghinaan terhadap Nabi Muhamamd Saw., sebagaimana pernyataannya:
”Sebagai seorang pedagang buta huruf, Muhammad bergantung pada para pencatat untuk mencatat kata-kata yang didengarnya dari Allah. Kadang-kadang Nabi sendiri mengalami penderitaan yang luar biasa untuk menguraikan apa yang ia dengar. Itulah bagaimana ”ayat-ayat setan” – ayat-ayat yang memuja berhala – dilaporkan pernah diterima oleh Muhammad dan dicatat sebagai ayat otentik untuk al-Quran. Nabi kemudian mencoret ayat-ayat tersebut, menyalahkan tipu daya setan sebagai penyebab kesalahan catat tersebut. Namun, kenyataan bahwa para filosof muslim selama berabad-abad telah mengisahkan cerita ini sungguh telah memperlihatkan keraguan yang sudah lama ada terhadap kesempurnaan al-Quran.” (hal. 96-97).
Sedangkan penghinaannya kepada Nabi Luth As, dalam bentuk penafsirannya yang tidak berdasar adalah:
bahwa pengharaman nikah sejenis adalah bentuk kebodohan umat Islam generasi sekarang karena ia hanya memahami doktrin agamanya secara given, taken for granted, tanpa ada pembacaan ulang secara kritis atas doktrin tersebut. Si penulis kemudian mengaku bersikap kritis dan curiga terhadap motif Nabi Luth dalam mengharamkan homoseksual, sebagaimana diceritakan dalam al-Quran surat al-A’raf :80-84 dan Hud :77-82). Semua itu, katanya, tidak lepas dari faktor kepentingan Luth itu sendiri, yang gagal menikahkan anaknya dengan dua laki-laki, yang kebetulan homoseks.
Selanjutnya ia mengatakan: "Karena  keinginan untuk menikahkan putrinya tidak kesampaian, tentu Luth amat kecewa. Luth kemudian menganggap kedua laki-laki tadi tidak normal. Istri Luth bisa memahami keadaan laki-laki tersebut dan berusaha menyadarkan Luth. Tapi, oleh Luth, malah dianggap istri yang melawan suami dan dianggap mendukung kedua laki-laki yang dinilai Luth tidak normal. Kenapa Luth menilai buruk terhadap kedua laki-laki yang kebetulan homo tersebut? Sejauh yang saya tahu, al-Quran tidak memberi jawaban yang jelas. Tetapi kebencian Luth terhadap kaum homo disamping karena faktor kecewa karena tidak berhasil menikahkan kedua putrinya juga karena anggapan Luth yang salah terhadap kaum homo.” (hal. 39).
Cercaan terhadap Nabi Luth dan al-Quran terus dilanjutkan: “Luth  yang  mengecam  orientasi  seksual  sesama jenis mengajak orang-orang di kampungnya untuk tidak mencintai sesama jenis. Tetapi ajakan Luth ini tak digubris mereka. Berangkat dari kekecewaan inilah kemudian kisah bencana alam itu direkayasa. Istri Luth, seperti cerita al-Quran, ikut jadi korban. Dalam al-Quran maupun Injil, homoseksual dianggap sebagai faktor utama penyebab dihancurkannya kaum Luth, tapi ini perlu dikritisi… saya menilai bencana alam tersebut ya bencana alam biasa sebagaimana gempa yang terjadi di beberapa wilayah sekarang. Namun karena pola pikir masyarakat dulu sangat tradisional dan mistis lantas bencana alam tadi dihubung-hubungkan dengan kaum Luth…. ini tidak rasional  dan terkesan mengada-ada. Masa’, hanya faktor ada orang yang homo, kemudian terjadi bencana alam. Sementara kita lihat sekarang, di Belanda dan Belgia misalnya, banyak orang homo nikah formal… tapi kok tidak ada bencana apa-apa.” (hal. 41-42).
Mendukung Ahmadiyah yang di Hukum sesat MUI
Soal aliran sesat Ahmadiyah, jelas ia membelanya. Manji menuding kelompok yang ingin membubarkan alirasn sesat dan menyimpang Ahmadiyah sebagai bentuk kesombongan.
"Melarang mereka adalah suatu bentuk kesombongan kalangan Muslim mainstream yang mengambil alih peran Tuhan. Jika kita meyakini ada kebenaran final dan hanya Tuhan yang berhak menghukum orang yang tidak beriman atau memberi pahala pada mereka yang beriman, lalu siapakah kita ini sehingga menganggap orang lain tidak beriman?", katanya  dalam bedah buku Allah, Liberty & Love.
Bedasarkan realita diatas, Irshad Manji adalah pegiat feminisme yang juga merupakan wanita penikmat hubungan sejenis. Ia salah seorang tokoh yang memusuhi Islam dan pro dengan paham lesbianisme, liberalisme dan feminisme. Di dalam bukunya yang berjudul the Trouble with Islam, ia menyetujui hubungan sesama jenis yang dalam Islam harus ditentang. Dalam kesempatan ini, ia akan meluncurkan buku terbarunya, Allah, Liberty & Love dalam edisi bahasa Indonesia dan akan di kaji di UIN dan UGM besok Rabu Jam 8.00 WIB tanggal 9,5,2012.
*data diambil dari bebarap buku Irshad Manji, Web, dan blong yang terpercaya.

Senin, 30 April 2012

SELANGKAH PASTI UNTUK PEREMPUAN PEMBANGUN NEGRI


Perempuan merupakan sosok yang luar biasa di mata dunia. Ia adalah agen perubahan penting pembangun suatu negara. Negara akan baik jika perempuan di dalamnya baik dan sebaliknya negara itu akan hancur jika perempuannya hancur.
Saat ini ada banyak kekecewaan yang terjadi di negeri ini tentang perempuan. Tak ubahnya perempuan negri ini adalah sampah yang diseret sana sini tanpa nilai. Harga perempuan tidak ada lagi. Tidak ada setitikpun nilai yang bisa diambil dari perempuan-perempuan saat ini. hanya secuil dari mereka yang masih mempertahankan martabat dan harga dirinya. Arus globalisasi telah membutakan mata perempuan negri ini. virus-virus dari luar telah membobrokkan akhlak dan pemikiran mereka. sistem kapitalis telah membunuh martabat perempuan. Perbedaan cara pandang Kapitalisme terhadap perempuan sudah sangat jelas. Kapitalisme memandang perempuan seperti barang yang dapat diperjualbelikan, karena itu ia dieksploitasi kecantikannya, digunakan promosi berbagai produk sekalipun produk itu tidak ada hubungannya dengan perempuan. Perempuan dianggap mesin pencetak uang, unsur penting penopang perbaikan ekonomi. Sehingga perempuan dinilai berharga sesuai dengan materi yang dia hasilkan.
Perempuan sebagai agen perubahan merupakan simbolis yang cukup tajam untuk dicapai. Maraknya agenda seks dan pacaran menjadikan perempuan berkualitas rendah. Lalu mana yang disebut agen perubahan kalau perempuan yang diandalkan hancur akhlaknya?
Pemerkosaan, penganiyayaan dan pelangaran hak asasi perempuan telah berbaris rapi untuk dinilai kelayakan terbitnya. Miris sekali. Dianggap semua pelanggara itu adalah naskah yang siap diterbitkan. Beginikah nasib negri ini?
Kiprah perempuan seperti apa yang diharapkan oleh negri ini? Demokah? Emansipasikah? Atau kesetaraan Gender? Banyak hal yang saat ini marak dialami perempuan. Mereka menjadi tulang punggung keluarga, TKW, tukang parkir bahkan kuli bangunan. Inikah yang disebut kiprah perempuan? Inikah yang disebut kesetaraan Gender atau Emansipasi. Islam mengajarkan Emansipasi yang tidak seperti itu. dengan menjadikan perempuan sebagai tulang punggung keluarga, TKW dan pekerjaan keras lainnya merupakan perendahan nilai perempuan. Tidak layak mereka menjadi TKW dan tulang punggung jika ada lelaki yang masih kuat. Tidak layak untuk mereka bekerja jika ada Islam yang mewajibkan kaum lelaki untuk mengayominya.
Saat ini di DPR sedang kencang dibahas  RUU kesetaraan dan keadilan Gender (KKG) yang diusulkan pemerintah. Sejak awal RUU KKG itu menuai protes, penentangan dan penolakan dari berbagai elemen termasuk Ormas-ormas muslimah. RUU KKG dinilai bertentangan dengan Islam, berbahaya dan merusak bagi masyarakat.
Ide KKG sebenarnya merupakan ide yag stereotype barat sebagai perlawanan atas penindasan perempuan di barat. Penindasan ini dianggap akibat adanya perbedaan dan ketaksetaraan perempuan dan laki-laki. Untuk menghilangkan langkah penindasan itu, laki-laki dan perempuan harus setara dan disamakan, dan tidak boleh ada diskriminasi. Dan begitulah baru dianggap adil. Ini sama persis dengan pemahaman keadilan ala Marxist.
Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi dan posisi bagi perempuan dan anak laki-laki untuk mendapatkan kesempatan mengakses, berpartisipasi, mengontrol dan memperoleh manfaat pembangunan di semua bidang kehidupan. Sedangkan keadilan Gender adalah suatu keadaan dan perlakuan yang menggambarkan adanya persamaan hak dan kuwajiban perempuan dan lai-laki sebagai individu, anggota keluarga dan masyarakat.
Adanya kesamaan Gender inilah yang akan membuat perempua lalai akan kuwajibannya. Mereka bergumam bebas untuk semua kegiatan yang dilakukan laki-laki. Mereka bebas melakukan apapun hingga harga diripun rela dikorbankan.
Perempuan sebagai pembangun negri bukan seperti itu. Islam begitu memuliyakan perempuan. Dibalik kesuksesan Rosulullah ada khadijah. Dibalik setiap keberhasilan laki-laki ada perempuan dibelakangnya. Yang mendukung dan mengayomi secara benar sesuai apa yang disyariatkan dalam Islam. Perempuan sebagai pembangun negri adalah perempuan yang mampu membuat lelaki melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin dengan benar. Jika perempuan yang ada di belakang lelaki rusak maka kesuksesan lelakipun akan rusak. Negara ini tak akan tercipta secara damai jika tidak ada perempuan yang benar sebagai pembangun motivasi besar bagi lelaki.
Islam memberikan aturan yang sempurna untuk perempuan. Semua aturan yang diberlakukan Allah SWT itu adalah solusi kehidupan sekaligus menjamin keadilan bagi seluruh manusia. Maka Allah melarang untuk iri atas perbuatan itu.

Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (karena) bagi laki-laki ada bagian dari yang mereka usahakan, dan bagi perempuan ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan memohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
 (QS an-Nisa’ (4): 34)

Kiprah perempuan sebagai agen perubahan bukan berarti ia harus sama dengan laki-laki, buka berarti melakukan semua yang dilakukan lelaki. Perempuan sebagai agen perubahan bahkan sebagai pembangun negri adalah perempuan yang mampu menempatkan posisinya secara benar sesuai dengan aturan Islam. Persamaan Gender hanya akan merusak nilai perempuan. Perempuan akan tetap mampu menjadi agen perubahan tanpa harus menyaman Gender dengan laki-laki. Karena Allah telah menetapkan apa dan mana yang layak untuk hambanya.
Khadijah adalah salah satu perempuan perubahan. Ia tidak terjun langsung layaknya laki-laki, tapi dibelakang Rosulullah ia tegap berdiri sebagai motivasi besar pembangun negri.

 “Perempuan adalah agen paling fital bagi perubahan negara ini.”

*artikel ini dibuat dalam rangka lomba hari Kartini dan Muskom IV KAMMI Unej

WANITA PEMBANGUN PERADABAN BANGSA


PEREMPUAN … tak akan ada habisnya jika membicarakan makhluk yang satu ini. Bicara tentangnya adalah suatu hal yang menarik, baik dilihat dari bentuk fisik, kelembutan, kecerdasan, dan budi pekerti. Semuanya adalah hal yang menarik untuk diperhatikan sampai – sampai Anis Matta mengibaratkan seorang perempuan adalah  bunga di tengah taman. Sosoknya yang diibaratkan sebagai bunga menjadikannya indah dan menyejukkan bagi setiap mata yang memandang.
Berbicara tentang perempuan, maka dialah sosok yang sangat luar biasa. Imam Syahid Hasan Al Banna mengatakan, Pondasi perbaikan bangsa adalah perbaikan keluarga, dan kunci perbaikan keluarga adalah perbaikan kaum wanitanya. KARENA WANITA ADALAH GURU DUNIA. Dialah yang menggoyang ayunan dengan tangan kanannya dan mengguncang dunia dengan tangan kirinya”. Sangat benar sekali apa yang dikatakan oleh al Imam Syahid Hasan Al Banna. Melalui peran wanita sebagai pendidik pertama anak – anak mereka maka akan terlahir pribadi pemimpin masa depan. Oleh karena itu dibutuhkan sosok wanita yang cerdas, memiliki budi pekerti yang luhur dan kemampuan untuk memimpin minimal bisa menjadi pemimpin atas dirinya sendiri. Kemampuan multitasking inilah yang akan melahirkan seorang wanita hebat. Wanita hebat yang mampu membangun peradaban yang luar biasa.
Kalau kita tengok sejarah silam, maka akan kita dapati figur-figur mulia yang menduduki tempat terhormat di tengah-tengah umat hingga kini. Khadijah ra. misalnya, dengan pengorbanannya yang demikian fenomenal dalam mendukung perjuangan dakwah Rasulullah Saw menjadikan namanya terus berkibar sepanjang zaman, bahkan setiap wanita dianjurkan untuk meneladaninya. Begitu pula Aisyah r.a seorang cendekiawan muda yang meriwayatkan banyak hadits, adapula Asma binti Yazid, seorang mujahidah yang membinasakan sembilan tentara Romawi di perang Yarmuk dan masih banyak lagi wanita mulia yang berkarya menebar manfaat untuk umat – umat berikutnya.
Dalam hal pergerakan wanita di indonesia, kita bisa merasakan perjuangan seorang kartini yang berhasil mendobrak paradigma kuno yang menyatakan seorang wanita hanya berkutat pada wilayah dapur, kasur dan rumah saja. Dalam suratnya kepada Prof. Anton dan Nyonya, kartini menuliskan : “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: MENJADI IBU, PENDIDIK MANUSIA YANG PERTAMA-TAMA.”
Wanita memang merupakan pendidik pertama bagi anak-anaknya sebelum masuk bangku sekolah. Pendidikan yang membangun nilai karakter sebagai bekal anak dibawa kelak ketika terjun ke masyarakat. Pendidikan yang menghasilkan kader – kader baru pembawa bendera islam dan lebih luas lagi  ntuk memimpin masa depan Negara ini dengan adil dan bijaksana.
Melihat perannya yang sangat penting dalam membangun sebuah peradaban, wanita sebagai penentu dalam sebuah generasi maka sudah seharusnya setiap wanita menyadari hal tersebut. Karena dengan menyadari dan memahami saja belum cukup maka harus ada tindakan nyata untuk para perempuan agar bergerak menjadi motor reformasi kebaikan bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar dengan cara memperbaiki kualitas diri. Mungkin bisa dilakukan dengan mengikuti berbagai macam aktifitas yang menambah pengalamannya.  Karena pengalaman bisa menjadi intangible asset yang berharga bagi seseorang.
 Dalam buku Myelin, Rhenald Kasali menjelaskan manusia yang hanya mengandalkan brain memory yang terbentuk dari pengetahuan saja ibarat penguasa malas yang memperoleh kekuasaan monopoli. Mereka kaya, tetapi tidak inovatif, lambat dan tambun. Sebaliknya, manusia yang hanya mengandalkan muscle memory juga pintar, gesit, dan bisa jadi juga kaya raya. Tetapi maaf, ia tidak berpengetahuan dan hanya dapat melihat sejauh mata memandang. Gabungan keduanyalah yang akan menghasilkan sesuatu yang luar biasa, bahkan menciptakan perubahan, menjadikan sesuatu yang berbeda dari bentuk dan orientasi sebelumnya. Jadi kalau disimpulkan seorang wanita tidak cukup hanya menjadikan pengetahuannya saja untuk berkontribusi pada masyarakat, melainkan perlu adanya pengalaman yang meng-guide seseorang untuk melakukan perubahan.
 Akhirnya sebagai bahan perenungan untuk semua para wanita, masihkah kita akan lalai melaksanakan peran kita sebagai pembangun peradaban bangsa ? baik dan buruknya suatu Negara tergantung dari seberapa maksimal kita menjalani peran kita sebagai wanita yang melahirkan generasi penerus bangsa. Akankah kita wariskan pada dunia ini generasi yang bermental bobrok ataukah akan terlahir dari rahim – rahim kita calon pemimpin yang adil dan mensejahterakan kehidupan berbangsa dan bernegara???

*artikel ini dibuat dalam rangka lomba hari Kartini dan Muskom IV KAMMI Unej