Senin, 30 April 2012

Wanita Sebagai Pelopor Perubahan di Tengah Arus Liberalisasi Peradaban


Isu yang sangat hangat di bicarakan untuk dunia ketiga ini adalah kepemimpinan wanita dan adanya berbagai tuntutan untuk memandang sama antara laki-laki dan wanita. Fakta pun menjelaskan adanya sebab-sebab terjadinya berbagai tuntutan.
Peran-peran yang diambil hanyalah peran-peran domestik seperti konsep jawa bilang ‘masak, macak,manak’
Sejarah duniapun mengakui bahwa dahulu akan adanya pandangan yang berbeda ketika memandang makhluk yang bernama “Wanita”. Konsep pandangan masyarakat yang partiarki, yang menyebabkan wanita  berada di wilayah sub ordinasi. Peran-peran yang diambil hanyalah peran-peran domestik seperti konsep jawa bilang ‘masak, macak, manak’. Suatu hal yang menjadi problem adalah kurangnya ajaran yang diterima sang generasi ke generasi  tentang batapa penting kedudukan wanita di tengah-tengah kehidupan.
Peran wanita dikatakan penting karena banyak beban-beban berat yang harus dihadapinya, bahkan beban-beban yang semestinya dipikul oleh pria. Tidak diragukan bahwa rumah yang penuh dengan rasa cinta, kasih dan sayang, serta pendidikan budi pekerti yang baik dengan nilai-nilai keislaman dari seorang wanita (Istri/Ibu) akan berhasil membawa keluarga pada garis kedamaian.


Alloh Berfirman “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan menjadikan rasa kasih dan sayang di antara kalian.” (QS. Ar-Rum: 21).
Selain itu peran wanita, baik sebagai ibu, istri, saudara perempuan, mapun sebagai anak telah menduduki porsinya dalam perubahan menuju tingkat dan arah perbaikan yang lebih baik. Jika ditinjau lebih dalam peranan wanita tak hanya berefek pada lingkup kecil saja namun juga berpengaruh terhadap lapisan-lapisan masyarakat. Itu terbukti pada sebuah kisah yang terjadi belum lama ini berkenaan dengan istri Imam Muhammad bin Su’ud, raja pertama kerajaan Arab Saudi. Kita mengetahui bahwa isteri beliau menasehati suaminya yang seorang Raja itu untuk menerima dakwah Imam Al-Mujaddid Muhammad bin Abdul Wahhab. Sungguh, nasehat isteri sang raja itu benar-benar membawa pengaruh besar hingga membuahkan kesepakatan antara Imam al-Mujaddid Muhammad bin Abdul Wahhab dengan Imam Muhammad bin Su’ud untuk menggerakkan dakwah. Dan buah dari nasehat Istri Raja tersebut hingga hari ini dapat dirasakan, dimana aqidah merasuk dalam diri anak-anak negeri.
Indonesia adalah negara dengan adab ketimuran yang masih memegang teguh akan rasa santun yang saling menghormati antara satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini peranan wanita sangatlah dibutuhkan  agar adab tersebut tetap terjaga dengan indah karena yang kita tahu pada jaman ini liberalisasi secara budaya telah berhasil menggoyahkan sistem peradaban indonesia melalui pragmatisme, westernisasi, dan pengintegrasian gelombang kebudayaan yang diproduksi oleh kapitalisme.
Menurut Sugihardjanto (Prisma, 1996) Kapitalisme sebagai sebuah sistem adalah sebuah jaringan yang dipaksakan kepada manusia dan dengan demikian manusia terkukung didalamnya”.
Dimana sebuah sistem liberalisasi telah menjadi gejala yang nyata dalam perikehidupan saat ini. Liberalisasi seakan telah menjadi way of life sehingga tidak pernah lagi kita mempertanyakan, bahkan menggugat terhadapnya sering ditanggapi secara sinis dan ahistoris. Padahal liberalisasi dalam sejarahnya, terutama diindonesia adalah biang keladi keterbelakangan, ketertinggalan dan ketergantungan kita terhadap pihak asing. 
 Lalu mengapa harus wanita?? Karena pada umumnya wanita selalu berupaya memastikan kebajikan dan segala hal yang bersinggungan dengannya terpelihara dengan baik, dan memiliki profesionalisme yang tinggi yang mampu untuk bekerja secara sistemik dan smart.
wanita memiliki kelembutan hati dan ketulusan yang didalamnya tertanam butiran-butiran cinta yang terus mengalir kepada orang-orang yang berada di sekelilingnya
Selain itu ditinjau dari Kepribadiannya seorang wanita memiliki kelembutan hati dan ketulusan yang didalamnya tertanam butiran-butiran cinta yang terus mengalir kepada orang-orang yang berada di sekelilingnya. Dan kedudukan wanita yang paling menonjol sebagai agen suatu perubahan adalah sebagai seorang ibu, karena perannya yang Multi profesi  dikeluarga dengan jiwa pendidiknya yang luar biasa, karena mendidik bukannya hanya mengisi gelas yang kosong, atau melukis dikertas yang putih bersih. Tapi mendidik juga berdialektika tentang kehidupan, mengolah jiwa akan kemanusiaan, dan membangun watak kepribadian yang mulia. Jadi  pendidikan dari seorang ibu tak hanya menjadikan anaknya seorang ahli dalam suatu bidang. Tapi yang tak kalah pentingnya adalah menjadikan manusia-manusia yang mandiri, berguna dan manusiawi bagi masyarakatnya. Maka ketika liberalisasi peradaban mengetok dan masuk kepintu jiwa-jiwa anak muda indonesia dan mengubah adab ketimurannya, maka perannya wanitalah (ibu) untuk memprotex dan mengubah liberalisasi kembali pada tataran peradaban indonesia.
Adapun langkah prevensif pencegahan dan perubahan akan liberalisasi yang dapat dilakukan oleh sang kaum hawa yaitu :
Kehidupan beragama dirumah tangga perlu diciptakan dengan suasana rasa kasih sayang(silaturahim) antara ayah, ibu , dan anak. Yaitu seorang ibu menyokong buah hatinya(anak-anaknya) untuk senantiasa mengkaji dan merefleksikan suatu sikap yang baik, sopan dan santun kepada orang disekililingya, terutama orang tua. Selain itu Ibu juga menjadi jembatan untuk berkomunikasi antara anggota keluarga, sehingga ketika ada sedikit keganjalan maka bisa diselesaikan dengan baik. Dengan begitu secara tidak langsung nilai-nilai adab ketimuran tetap terjaga dengan mempertahankan sikap kesopanan dan liberalisasi pergaulan bisa di minimalisasikan.

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu. Hanya kepada-Ku lah kamu akan kembali.” (QS. Luqman: 14).

Interaksi Ibu dengan suami dan anak yang baik dengan sistem komunikasi hati ke hati. Yaitu dengan komunikasi maka akan ditemukan ujung dari benang kusut. Dalam artian jika ada suatu masalah yang sulit diselesaikan sendiri,maka dengan komunikasi tersebut masalah yang hadir bisa ditemukan jalan penyelesaiannya. Dengan begitu jika anggota keluarga mempunyai masalah hanya cukup diselesaikan di lingkup keluarga saja, dengan adanya komunikasi yang baik di lingkungan keluarga maka tak akan ada lagi masalah yang mengganjal  jadi tak perlu pelarian kedalam hal yang negatif dalam menyelesaikannya. Dengan kedekatan emosional antara wanita(ibu) dengan anggota keluarga lainnya maka akan memudahkan pantauan terhadap sesuatu yang masuk yang sifatnya merusak (liberal). Karena pendekatan ini dapat mempengaruhi perwatakan dan keperibadian anak-anak dalam bentuk audio-visual. Pendekatan audio-visual yang berunsur positif dan interaksi yang beradab dan sopan serta peka tentang keperluan anak-anak akan menjamin perkembangan potensi anak-anak yang luar biasa. Sehingga bisa menuju taraf kehidupan yang berkelas dunia, terutama dalam hal pergaulan di tancah internasioanal  tanpa meninggalkan norma-norma yang ada.




Conclusion (kesimpulan) : 
Suatu perubahan itu terjadi jika ada sebuah transformasi yang menjembatani, dalam hal ini yaitu wanita. Wanita mempunyai peran yang sangat penting sebagai agent of change dengan jiwa perbaikan yang membahana, Wanita mampu mentranformasi sistem dan peradaban kelurga yang lebih baik, jika setiap kelurga mempunyai peradaban yang sistematik maka akan terbentuk masyarakat madani, dengan demikian suatu negarapun juga akan menjadi negara yang memiliki  identitas yang kuat akan adanya peradaban yang di anut oleh negara tersebut (indonesia), maka tidak dapat dipungkiri jika suatu negara memiliki identitas dan karakter yang kuat maka tidaklah bisa suatu peradaban yang merusak (Liberalisasi)dapat masuk ke negara tersebut. Oleh karenanya wanita adalah pelopor suatu  perubahan. Meski dia berdiri dibalik keanggunannya tapi dia selalu tegas akan sebuah kebenaran dan akan tetap berbinar dalam perisai kelembutan. Mampu merubah kerasnya sebuah terpaan perubahan yang menghancurkan karasteristik suatu identitas negara dengan jiwa keibuannya, Sehingga wanita akan tetap menjadi permata dimanapun dia berada serta apapun kedudukanya, meski ia hanya Ibu rumah tangga biasa yang tak punya kedudukan penting dalam suatu lembaga pemerintahan namun ia tetap bisa merubah negara dengan tangan dan pelukan lembutnya sebagi pendidik buah hatinya...

Rujukan :
Majalah keadilan ( Mimbar Hukum dan Kemasyarakatan) .1997
Majalah Pijar Pendidikan.2001
muslimah.or.id
Hukum dan perubahan sosial.com
  
*artikel ini dibuat dalam rangka lomba hari Kartini dan Muskom IV KAMMI Unej

Tidak ada komentar:

Posting Komentar